Sopir ambulans pengangkut jenazah Brigadir J, Ahmad Syahrul Ramadhan menyampaikan kesaksian dalam persidangan dengan terdakwa Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf, Senin (7/11/2022) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Ahmad adalah salah satu saksi dari empat saksi yang hadir dalam persidangan tersebut. Pada persidangan tersebut, Ahmad pun membeberkan ketika dirinya membawa jenazah Brigadir J hingga dibawa ke RS Polri Kramat Jati.
Dalam kesaksiannya, ia ditanyai oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santosa. Untuk selengkapnya berikut deretan kesaksiannya pada saat ia menjadi sosok yang mengangkut jenazah Brigadir J hingga dibawa ke RS Polri Kramat Jati Ahmad mengaku dirinya sempat curiga karena diminta untuk mengangkut jenazah Brigadir J.
Padahal dalam kesehariannya, ia mengatakan bertugas hanya untuk menjemput pasien yang sakit. Kecurigaan tersebut muncul ketika Ahmad ditelepon orang tak dikenal untuk mengangkut jenazah. "Dibilang rasa curiga ada Yang Mulia. Kalau dari rasa kecurigaan saya pribadi, saya sudah menginsting kalau ada kejadian kematian," kata Ahmad.
Adapun permintaan untuk membawa jenazah itu dari pihak Satlantas Polres Jakarta Timur. "Biasanya menjemput orang sakit Yang Mulia. Jarang disuruh jemput orang meninggal (jenazah) kecuali dari kepolisian," jelasnya. Sesampainya di lokasi, Ahmad mengatakan dirinya sempat disuruh untuk mengecek denyut nadi Brigadir J.
Sebelum mengecek, ia pun sempat memakai sarung tangan karet. Sementara denyut nadi yang diperiksa oleh Ahmad adalah bagian tangan kiri Brigadir J. Namun denyut nadi Brigadir J disebutnya sudah tidak ada.
"Saya disuruh salah satunya anggota untuk cek nadinya. Saya cek sudah tidak ada nadinya," ujarnya. Meski telah dipastikan, Ahmad mengaku beberapa anggota Propam Polri menyuruhnya untuk kembali mengecek denyut nadi Brigadir J. Hal ini, katanya, dilakukan untuk memastikan Brigadir J masih hidup atau tidak.
"Saya bilang ke bapak bapak lokasi 'izin pak sudah tidak ada', 'pasti mas?' 'pasti pak," ujar Ahmad saat ditanya Wahyu. Bahkan pengecekan pun masih dilakukan oelh beberapa anggota Propam Polri tersebut. "Lalu dicek kembali (kondisi nadi Yosua) oleh bapak bapak di lokasi," jelasnya.
Ahmad juga menceritakan apa saja yang dikenakan Brigadir J seusai dieksekusi di rumah Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dirinya mengatakan Brigadir J masih mengenakan masker berwarna hitam dan baju putih saat ia sampai di lokasi. "Masih pakai baju putih dan wajahnya ditutupin sama masker," kata Ahmad.
"Wajahnya ditutupi masker. Warna?" tanya Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santosa. "Warna hitam, Yang Mulia," jawab Ahmad. Pada saat itu, Ahmad juga tidak mengetahui identitas dari jenazah tersebut yang ternyata adalah Brigadir J.
Setelah proses evakuasi selesai dilakukan, Ahmad pun langsung membawa jenazah Brigadir J ke RS Polri Kramat Jati. Namun saat itu, Ahmad mengaku dirinya diminta untuk membawa jenazah ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan bukannya langsung ke kamar jenazah. Permintaan ini disampaikan kepadanya oleh salah satu petugas yang bersama dirinya di mobil ambulans.
"Saat itu gak langsung dibawa ke kamar jenazah, tapi dibawa ke IGD. Saya tanya ke yang temani saya 'pak izin kenapa dibawa ke IGD dulu, biasanya kalau saya langsung ke kamar jenazah, ke forensik," jelas Ahmad saat persidangan. Kemudian, kata Ahmad, petugas tersebut tidak mengetahui alasan jenazah Brigadir J dibawa ke IGD. "Dia bilang, 'wah saya gak tahu mas saya ikutin perintah aja, saya nggak ngerti," sambungnya.
Tidak melanjutkan pertanyaannya, Ahmad pun langsung menuju ke IGD RS Kramat Jati dengan membawa jenazah Brigadir J. Namun, dirinya kaget ketika di IGD telah banyak orang. Saat itu, ujar Ahmad, petugas RS Polri menanyai dirinya terkait jumlah korban yang dibawa.
"Lalu saya ke IGD sampai IGD sudah ramai, saya buka pintu, datang dah petugas RS Polri korbannya berapa orang? Waduh saya bingung, hanya satu, terus dilihat 'waduh kok udah kantong jenazah, emang ada orang' ditanya korban berapa? Satu," jelas Ahmad menirukan percakapan. Kemudian, Ahmad pun diminta membawa jenazah Brigadir J ke ruang forensik untuk pemeriksaan. Kendati begitu, dirinya mengaku sempat tidak diperbolehkan pulang oleh salah satu anggota RS Polri dan diminta untuk menunggu.
Ahmad mengatakan ia baru bisa pulang saat menjelang subuh dengan diberikan uang biaya ambulans dan mencuci mobil/ "Saya bilang saya izin pamit, sama anggota di RS terus bapak bapak tersebut katanya sebentar dulu ya mas tunggu dulu." "Saya tunggu tempat masjid di samping tembok sampai jam mau subuh Yang Mulia," pungkasnya.